Bogor.TendaBesar.Com - Bogor - Ketua Pimpinan Daerah Gerakan Pemuda Islam Kota Bogor, Muhammad Ihsan Ar-Rofie mendesak Dinas Kesehatan Kota Bogor untuk segera mencabut izin RSIA Melania karena diduga kuat telah melakukan penelantaran terhadap pasien bayi bapak Arifin dan ibu Rosalina warga RW 10 Kelurahan Harjasari Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor yang berujung pada hilangnya nyawa manusia.
Kejadian tersebut terjadi pada hari senin 8 maret 2021 lalu di mana RSIA Melania membiarkan korban terlantar sehingga si bayi mungil meninggal dunia. Kejadian tersebut membuat geram GPI dan mengeluarkan pernyataan sikap.
Ini kami lampirkan pernyataan sikap selengkapnya:
Cabut Izin Rumah Sakit Melania yang Memelantarkan Pasien Anak Hingga Meninggal Dunia
"Saya Muhammad Ihsan Ar-rofie Ketua Pimpinan Daerah Gerakan Pemuda Islam Kota Bogor mendesak dengan tegas kepada Dinas Kesehatan Kota Bogor untuk segera mencabut izin RSIA Melania karena diduga telah melakukan penelantaran terhadap pasien bayi bapak Arifin dan ibu Rosalina warga RW 10 Kelurahan Harjasari Kecamatan Bogor Selatan kota Bogor, yang berujung pada kematian bayi tersebut dirumah sakit lain akibat terlambat mendapat penanganan medis pada hari senin 8 maret 2021 lalu".
"Saya sangat menyayangkan sikap rumah sakit Melania yang tidak memberikan pertolongan pertama kepada pasien dengan dalih yang tidak masuk akal. Bila alasannya ruang NICU penuh, tetap saja rumah sakit wajib memberikan pertolongan pertama sembari mencarikan rumah sakit rujukan lain".
"Ini jelas disebutkan dalam UU no 36 Tentang Kesehata Pasal 32 tahun 2009"
"1. Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta, wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih dahulu".
"2. Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka".
"Seharusnya Rumah Sakit Melania mengutamakan penyelamatan nyawa pasien terlebih dahulu, tapi faktanya alih-alih memberikan tindakan penyelamatan, menurut keterangan keluarga, pasien hanya diberikan oksigen tanpa ada penanganan dokter".
"Lebih parah lagi menurut keluarga pasien, mereka dibiarkan mencari sendiri rumah sakit rujukan yang ruang NICU nya tersedia. Sementara rumah sakit hanya menerima rujukan dari sesama rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lain. Selama keluarga mencari rumah sakit lain, bayi tersebut hanya dibiarkan ada di gendongan keluarganya. Ini sangat keterlaluan".
"Kami juga mempaertanyakan pengawasan dari dinas kesehatan terkait hal seperti ini. Sudah menjadi rahasia umum kalau ini bukan kasus pertama yang terjadi. Dimana pasien darurat diterlantarkan dengan alasan ruangan penuh dan bahkan terkadang ada diterlantarkan hanya karena hal-hal yang sifatnya administratif".
"Dimana rasa kemanusiaan kita? Jika tenaga medis sudah tak mengutamakan menyelamatan nyawa seseorang apa pun alasannya tentu tak dapat diterima apalagi dibenarkan".
"Kejadian ini tak boleh terus terulang, sudah cukup nyawa yang hilang karena penolakan oleh Rumah Sakit. Kami sekali lagi meminta dinas kesehatan bogor mengambil tindakan tegas dengan mencabut izin rumah sakit tersebut".
"Kami dari Gerakan Pemuda Islam akan mengawal ini sampai pihak keluarga benar-benar mendapatkan keadilan dan rumah sakit Melania mendapat ganjaran atas dugaan kelalaian yang dilakukan. Kami akan turun kejalan sampai keadilan benar-benar ditegakkan".
"Pasal tambahan (ancaman pidana)" :
"Pasal 190 ayat (1&2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan"
"1. Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) atau Pasal 85 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)".
"2. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan terjadinya kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)".
Selasa, 16 Maret 2021
Ketua PD-GPI Kota Bogor, Muhammad Ihsan Ar-Rofie