TendaBesar.Com - Sumsel - Akhir zaman ini dihiasi dengan berbagai macam ujian yang menerpa umat manusia dan dunia. Salah satu ujian yang hampir setiap hari kita mendengar baik di dalam negeri maupun luar negeri adalah banjir bandang.
Tidak terkecuali Indonesia sang negeri gemah ripah loh jenawe ini. 20 tahun terakhir bangsa ini seperti berlangganan dengan banjir. Jika dulu 2004 banjir terparah terjadi di DKI Jakarta, maka sejak itu banjir mulai merata di hampir seluruh daerah Indonesia, bahkan bebrapa minggu kemaren daerah yang konon akan menjadi Ibu Kota Baru yang sebelumnya pemerintah mengatakan lokasi tersebut bebas banjir, dihajar dan tenggelam oleh banjir.
Dua bulan lalu, kita dikagetkan oleh banjir yang menerjang Bogor dan Banten yang nota bene termasuk daerah dataran tinggi. Tidak hanya banjir yang dialami 2 daerah tersebut, akan tetapi juga tanah longsor yang menghancurkan puluhan ribu rumah penduduk.
Hari ini Sumsel dan Aceh besar mendapatkan giliran. Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Sumatera Selatan diterjang banjir dengan menenggelamkan rumah-rumah warga di empat kecamatan yakni Kecamatan Buana Pemaca, Kecamatan Simpang, Kecamatan Buay Sandang Aji dan Kecamatan Muaradua, jumat, (8/5/2020)
Tidak hanya rumah-rumah warga yang tenggelam akibat bajir bandang tersebut, bahkan terdapat satu jembatan di Desa Kebang Agung, Kecamatan Kisam Ilir juga rusak parah akibat dihajar banjir.
Dari data yang disampaikan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumsel diketahui ada sekirat 55 rumah warga yang tenggelam dengan ketinggian air mencapai lebih dari 1 meter.
Ansori Kepala bidang penanganan kedaruratan BPBD mengatakan " Sebagian besar masyarakat mengalami kerugian harta benda, sementara untuk korban jiwa masih nihil", ucapnya, Jumat, (8/5/2020)
Demikian halnya dengan daerah Aceh Besar. Hujan deras yang mengguyur selama 2 hari berturu-turut, menyebabkan ratusan warga di tiga kecamatan tersebut harus mengungsi karena rumah-rumah mereka diredam banjir. Tiga kecamatan tersebut adalah Kecamatan Daarul Imarah, Kecamatan Peukan Bada dan Kecamatan Lhoong.
"Ada tiga kecamatann yang mengalami pengungsian di Aceh Besar, yaitu Darul Imarah, Peukan Bada dan Lhoong, Dapur umum sudah dibuatkan dan untuk makan sahur sudah disiapkan", kata Bupati Aceh Mawardi Ali, Jumat, (8/5/2020)
Sebenarnya bukan masalah banjirnya yang harus disesali, tapi apa penyebab banjir itu terjadi yang mestinya menjadi perhatian pemerintah jika serius mau mengatasi banjir.
Dalam Kitab Suci, Tuhan berfirman "telah terjadi kerusakan di darat dan lautan karena ulah tangan manusia, supaya mereka menyadari perbuatan mereka agar mereka mau kembali kepada kebenaran", QS,30 Ar Rum: 41
Mestinya ini yang menjadi landasan pemerintah mengatasi banjir. Akibat ulah tangan manusia serakah, termasuk serakahnya para pejabat pemerintah, baik di tingkat pusat, wilayah, daerah bahkan hingga ke pejabat desa.
Melakukan eksploitasi lingkungan, penebangan hutan besar besaran, penambangan yang merusak lingkungan dengan alasan meningkatkan PAD daerah. Semua ini penyebab nyata terjadinya banjir banjir bandang.
Belum lagi pola hidup semraut masyarakat yang doyan buang sampah sembarangan, membuang sampah ke kali atau sungai, membangun rumah dipinggir sungai sehingga menyebabkan penyempitan bibir sungai, juga menjadi salah satu penyebab banjir.
Mestinya gerakan selamatkan lingkungan dengan fokus pada penyadaran pola hidup masyarakat dan menghukum para pejabat perusak lingkungan, menjadi prioritas pemerintah jika ingin mengatasi agar bebas dari berlangganan banjir. (af/tendabesar)