TendaBesar.Com - Opini - Politik itu tidak selalu identik dengan memperebutkan kekuasaan, masuk parlemen, dan memangku jabatan.
Karena secara fungsi, politik memiliki arti Riayah Suunil Ummah (mengurusi kepentingan ummat/rakyat)
Seorang praktisi ekonomi syari'ah yang dia konsisten memberikan edukasi ekonomi syari'ah untuk menguatkan perekonomian Ummat dan perekonomian Rakyat serta berupaya agar kesejahteraan Ummat/Rakyat merata dan meningkat, maka itu berarti dia sedang berpolitik.
Seorang Youtuber yang membuat konten² kreatif, strategis, dan bermanfaat bagi kepentingan dan aspirasi Ummat/Rakyat, maka dia pun sedang menjalankan misi politiknya.
Sedangkan di dalam Islam, politik mendapat kedudukan dan tempat yang hukumnya bisa menjadi wajib.
Para Ulama kita terdahulu telah banyak memaparkan nilai dan keutamaan politik.
Hujjatul Islam, Imam Al Ghozali mengatakan bahwa Dunia merupakan ladang akhirat. Agama tidak akan menjadi sempurna kecuali dengan dunia. Memperjuangkan nilai kebaikan agama itu tidak akan efektif kalau tak punya kekuasaan politik.
Memperjuangkan agama adalah saudara kembar dari memperjuangkan kekuasaan politik (ad din wa al sulthon tawamaan).
lengkapnya Imam Al- Ghazali mengatakan:
"Memperjuangkan kebaikan ajaran agama dan mempunyai kekuasaan politik (penguasa) adalah saudara kembar. Agama adalah dasar perjuangan, sedang penguasa kekuasaan politik adalah pengawal perjuangan. Perjuangan yang tak didasari (prinsip) agama akan runtuh, dan perjuangan agama yang tak dikawal akan sia²." ( Dr. Yusuf Al-Qaradhawi, Fatwa² Kontemporer jilid II, Jakarta : Gema Insani Press, 2002. hlm. 913)
Dari pandangan Al Ghozali itu bisa disimpulkan bahwa berpolitik itu wajib karena berpolitik merupakan prasyarat dari beragama dengan baik dan nyaman. Begitulah islam memandang pollitik.
"Politik itu luas, yang sempit itu wawasan kita."