TendaBesar.Com - Labuhanbatu - Bertrand Russel, filosof Barat, mengatakan" bahwa pemilikan tanah dan modal (capital) tidak akan berarti tanpa buruh atau tenaga kerja"
Artinya Buruh merupakan unsur yang sangat menentukan terhadap kelangsungan dan pertumbuhan setiap usaha, sehingga keberadaannya haruslah dianggap sebagai asset atau stakeholder inti, dan dihargai harkat dan marabatnya sebagai manusia.
Tetapi kondisi terkini dibeberapa perusahaan keberadaan Buruh tidak lagi dianggap sebagai aset atau sebagai stakeholder inti, akan tetapi keberadaannya dianggap sebagai beban produksi. dan masuk kepada struktur modal perusahaan, terutama kepada perusahaan berorientasi kepada Bisnis Oriented, dimana mencapai keuntungan ( Laba) yang sebesar- besarnya merupakan tujuan utamanya.
Salah satu cara management yang orientasinya kepada bisnis oriented untuk mencapai keuntungan yang maksimal, adalah dengan menekan Harga Pokok Produksi ( HPP) sekecil mungkin.
Upaya untuk menekan HPP hingga sekecil mungkin salah satu caranya adalah dengan cara mengurangi jumlah tenagakerjanya, melalui Pemutusan Hubungan Kerja ( PHK), merubah hubungan kerja dari yang bersifat tetap menjadi kontrak, dan menambah beban kerja serta jam kerja yang panjang.
Alasan ini dilakukan management perusahaan dikarenakan beban produksi yang paling tinggi adalah gaji dan tunjangan tenagakerjanya.
Contoh dibeberapa perusahaan Perbankan, Jasa Keuangan, Pekerjaan yang jenis dan sifatnya tetap/pokok/ utama, seperti Teller, Account Officer, Analisis Kredit, Customer Service, yang wajib hubungan kerjanya berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)/Pekerja Tetap, dialihkan menjadi hubungan kerja berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu ( PKWT)/ Kontrak/ Outsourcing.
Hal yang sama juga terjadi dibeberapa perusahaan perkebunan, kepada Buruhnya diberikan target beban kerja yang sungguh tidak manusiawi, dan untuk mencapainya Buruhnya harus membawa pembantu, bisa dari keluarganya atau orang lain yang digajinya sendiri, dan hubungan kerjanya ada yang berdasarkan Buruh Harian Lepas ( BHL), dan sistim tumpang premi.
Ada yang lebih miris, terjadi disebuah perusahaan perkebunan, upah Buruh tidak dihitung berdasarkan ketentuan Upah Minimum, akan tetapi dihitung berdasarkan satuan hasil, dan ketika Buruh tersebut tidak masuk bekerja karena sedang menjalani hak Cuti dan Sakit upahnya tidak dibayar.
Demkian juga para pekerja dengan jabatan Supir serta Kernet, dibeberapa perusahaan Distributor produksi, sembako, makanan,dan lain-lainnya, jam kerjanya bisa mencapai 12 jam perhari dan kelebihan jam kerja tidak diberi kompensasi berdasarkan perhitungan upah lembur.
Seluruh Buruh ini tidak pernah komplain, meski diperlakukan sewnang - wenang dan sarat dengan tindakan diskriminatif yang berindikasi kepada terjadinya kejahatan tindak pidana dan / atau pelanggaran pidana ketenaga kerjaan dan Hak Asasi Manusia (HAM)
Artinya Besarnya peranan buruh di bidang ekonomi ternyata tidak mencerminkan besarnya imbalan dan jaminan yang mereka dapatkan.
Bahkan buruh selama ini selalu dalam posisi yang lemah dan rentan terhadap segala resiko, termasuk tidak terpenuhinya hak-hak dasar buruh”.
Lantas siapakah yang mampu melakuakan perubahan.
Pemerintah..Legislatif, atau Serikat Buruh.?
Tidak ada yang bisa melakukan perubahan kecuali Buruh itu sendiri.
Tegaknya Supremasi Hukum ketenagakerjaan di Negeri ini, hanya dapat dilakukan ketika para Buruh mau bersatu.
Tanpa adanya kepedulian semua Buruh, maka selama itu pula Buruh tetap menjadi objek kepentingan Investasi dan Politik.
#CerdasItuPenting
Solidarity Forever