TendaBesar.Com - Bogor - Ada apa dengan "gopek". Cerita ini bermula karena kebiasaan anak-anak di rumah sulit untuk diajak kompromi. Mungkin bagi mereka sudah menjadi hal yang biasa dan dianggap hal yang sepele, contohnya berbicara dengan suara keras dan temperamen, sikap saling menyinggung perasaan, hingga adu jotos tak terelakkan.
Sudah berbagai macam cara telah dilakukan, tapi lagi-lagi semua terulang kembali. Hingga akhirnya menemukan cara yang efektif paling tidak mengurangi kebiasaan buruk itu. Istilah yang kami pakai adalah "GOPEK".
Cara ini cukup efektif mengingat setiap anak dilibatkan dalam diskusi tentang kebiasaan yang berakibat ketidaknyamanan di rumah, digali pendapat mereka tentang sisi negatifnya, dan mencari solusi bersama untuk membuang kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik itu. Setiap anak diperbolehkan mengajukan pendapatnya. Semua usulan ditampung dan didiskusikan kembali sisi positif dan negatifnya. Aturan main juga didiskusikan di forum itu. Peran orang tua hanya sebagai fasilitator saja.
Dan hasil diskusi akhir disepakati "satu kesalahan maka wajib berinfaq Rp.500" dan berlaku kelipatannya. Setiap anak wajib melakukan hasil kesepakatan. Di tiga hari pertama, anak-anak masih terbiasa melakukan, hingga kotak infaqnya lumayan banyak dan beratnya kian bertambah.
Ada yang cukup terkesan dari mereka, banyak kesalahan maka uang jajan mereka akan terkurangi. Dan usaha ini cukup menuntut mereka untuk berpikir ulang jika melakukan kesalahan. Yang tidak habis pikir, sampai ada yang menahan atau mencari kondisi aman dengan tidak banyak bicara.
Hari berikutnya, anak-anak bisa mengontrol diri untuk tidak melakukannya, dan alhamdulillah hari berikutnya sudah tidak ada lagi kebiasaan-kebiasaan buruk yang mereka lakukan.
Intinya sich, ajari mereka menemukan solusi sendiri dengan bahasa yang sesuai tingkat pemahamannya. Bangun kesadaran dalam diri anak, ajak berdiskusi, libatkan hingga faham terhadap konsekuensi yang harus dilakukan jika mereka melanggarnya.
Jangan ragu para orang tua, berusahalah menyelami dunia anak yang masih terlalu sederhana dalam berpikir terhadap realita. Jangan sampai diri kita justru menjadi pembunuh bakat dan karakter positif pada diri anak-anak. Berlemah lembut dan berdiskusilah dari hati ke hati dengan anak-anak tercinta.
Ditulis oleh: Hestin Setiyoningrum
Praktisi Pendidikan Anak Usia Dini