Peta Pertarungan UU Cipta Kerja


TendaBesar.Com - Jakarta - Untuk memenangkan perlawanan terhadap UU zalim Omnibus Law Cipta Kerja, maka elemen buruh, mahasiswa, dan segenap kaum pergerakan, wajib merumuskan Renstra (rencana strategis) yang bertumpu pada kesahihan analisa fakta. Sebab, jika salah memahami fakta maka energi besar yang dikeluarkan akan sia-sia.

Selanjutnya, aksi yang dilakukan harus berjalan di atas peta Renstra secara konsisten. Tak boleh dibelokkan oleh kekuatan dan kepentingan apapun.

Dan akhirnya, kesabaran dan keistiqomahan akan menjadi kunci kemenangan. Siapa yang memiliki nafas lebih panjang, dialah yang akan memenangkan pertarungan.

Sebagai kerangka peta politik umum, perlu penulis ungkap realitas pertarungan sebagai berikut :

Pertama, UU Omnibus Law Cipta Kerja adalah produk politik, yakni hasil kerja politik dari lembaga politik di DPR. Ihwal yang melatarbelakanginya terbitnya produk politik, adalah adanya kehendak dan kepentingan politik.

DPR bukanlah aktor intelektual, DPR adalah aktor eksekutor yang melegislasi UU. RUU ini sendiri berasal dari Presiden.

Meskipun RUU Omnibus Law adalah usulan Presiden, tetap saja Presiden juga bukanlah aktor intelektual. Presiden hanyalah menjalankan mandat, bukan mandat rakyat tetapi mandat oligarki politik yang telah mendudukkan dirinya di kursi kekuasaan.

Kaum oligarki yang mengendalikan Presiden adalah kaum kapitalis (baik pemodal asing, aseng maupun domestik), partai politik, intelejen militer dan kepolisian, dan kelompok kepentingan.

Tujuan diundangkannya UU Cipta Kerja adalah demi melapangkan jalan penguasaan negeri ini, baik SDA maupun SDM nya, untuk dieksploitasi secara brutal berdalih investasi. Ini adalah harga yang harus dibayar oleh penguasa yang telah disponsori kaum kapitalis.

Kedua, karena UU Cipta Kerja adalah produk politik, maka perlawanan yang dilakukan rakyat harus melalui jalur politik bukan jalur hukum. Perlawanan yang ditempuh tidak boleh terjebak dengan melakukan pelanggaran hukum, yang hal ini akan dijadikan objek serangan balik dan penggembosan perjuangan.

Karena itu, seluruh proses hukum yang terbuka untuk ditempuh seperti mengajukan Yudisial Review ke MK haruslah dikesampingkan. Terlepas, MK tak punya kewenangan mengadili kebijakan politik, presedennya di MK juga semua upaya uji materi terhadap kebijakan zalim penguasa selalu berakhir dengan kegagalan.

Tak boleh juga masuk jebakan untuk terlibat dalam penyusunan peraturan teknis aplikatif baik dalam bentuk Perpres maupun PP. Jika langkah ini ditempuh, berarti perlawanan telah masuk jebakan politik rezim. 

Terlibat dalam penyusunan Perpres, PP, jika tidak puas ajukan gugatan ke MA dan seterusnya, hanya akan memalingkan tujuan perjuangan dan menguras energi perjuangan sia-sia.

Ketiga, perlawanan politik yang wajib ditempuh adalah dengan menggunakan sarana konstitusional berupa kemerdekaan menyatakan pendapat di muka umum yang pada pokoknya menyampaikan aspirasi penolakan terhadap UU Cipta Kerja dan menuntut Presiden terbitkan Perppu untuk membatalkannya.

Inilah, peta jalan perlawanan politik yang sahih. Tak boleh keluar dari kerangka ini, dan wajib teguh dalam menjalaninya.

Mengenai perlawanan politik ini, hal-hal yang menjadi kekuatan dan keunggulan kaum pergerakan adalah sebagai berikut :

1. Kekuatan massa, dengan memobilisasi massa diberbagai daerah dan wilayah, menyampaikan aspirasi penolakan terhadap UU Cipta Kerja dan menuntut Presiden terbitkan Perppu untuk membatalkannya, akan membuktikan kepada publik bahwa UU Cipta Kerja tak memiliki basis legitimasi.

Seluruh elemen pergerakan wajib melakukan sinergi untuk menjaga aksi dapat terus dilakukan secara berkala, sampai ada keputusan Presiden membatalkan UU Cipta Kerja.

2. Kekuatan opini sosial media, yang steril dari intervensi penguasa, menjadi sarana agitasi untuk memberikan kerangka narasi, opini, dukungan politik bagi perjuangan, dan serangan balik atas narasi keji yang dihembuskan rezim.

Misalnya saja, ketika presiden menyebar isu 9 poin hoaks meletusnya demo pasca kunjungan menjenguk itik, narasi ini tidak bisa dibungkam dengan jumlah masa. Namun, narasi ini langsung terkubur, manakala sosial media melakukan kontra narasi, kontra agitasi, serta verifikasi fakta yang membalikkan opini. Kesimpulannya : yang hoaks bukan rakyat atau pendemo, justru presiden sendiri.

3. Kekuatan jaringan, ini adalah kekuatan tak terlihat. Tak berkoar di sosial media, tak juga nampak di aksi masa. Namun, perannya sangat signifikan dalam menentukan bandul kesetimbangan politik.

Jika kekuatan jaringan ini mampu dikondisikan, untuk mengarahkan dukungan kepada rakyat, dan memberikan tekanan politik kepada presiden, tentulah kekuatan kaum pemodal kapitalis tak akan mampu menjaga kepentingannya dan akhirnya terpaksa merelakan UU Cipta Kerja dibatalkan.

Adapun ancaman pergerakan, wajib diwaspadai dari sisi :

1. Jebakan politik, melalui kanalisasi aksi ke MK. Baik menggunakan pendekatan umum maupun operasi khusus. Tujuannya, mendelegitimasi perjuangan dan aksi massa.

Setelah bola dibawa ke MK, kekuasaan untuk 'mengolah bola' sepenuhnya ada pada penguasa. Rakyat, hanya diberi peran seolah terlibat dalam mengambil keputusan.

Modus yang dilakukan, bisa menggunakan lembaga ormas, gerakan buruh, atau meminjam tangan buzserRp untuk menggugat ke MK. Sekedar untuk menggiring bola ke MK, selanjutnya penguasa bisa berlaku apapun sekehendak hatinya.

2. Kriminalisasi, digunakan untuk melemahkan perlawanan publik. Baik kriminalisasi itu dilakukan terhadap tokoh-tokoh pergerakan, maupun massa demonstrasi.

Karena itu, target demo adalah menekan kekuasaan agar terbitkan Perppu. Jangan beralih ke hal lain, sehingga memicu pertahanan bocor.

Diantaranya, jika hari sudah magrib demo segera diakhiri. Jangan membuka celah bagi rezim untuk membuat makar berdalih menertibkan pendemo, atau melakukan operasi diantara kerumunan pendemo.

Jika hal ini terjadi, maka isu tuntutan Perppu akan beralih pada isu demo anarkis. Hal ini telah, sedang dan akan terus dilakukan oleh rezim karena semua alat kekuasaan negara ada pada kendali rezim.

Jadi jangan memaksa demo hingga malam yang membuat kekuatan umat dan pendemo masuk jebakan kriminalisasi. Demo sesuai prosedur, pulang, lalu goreng aksinya di sosial media. Demo lagi sesuai prosedur, pulang, lalu goreng aksinya di sosial media. Begitulah seterusnya, hingga penguasa kedodoran dan akhirnya kalah karena dirong-rong opini dan delegitimasi.

Demikianlah, paparan singkat tentang konstelasi pertarungan politik UU Cipta Kerja. Saya tidak memaparkan konstelasi pertarungan Amerika dan China dalam perkara ini, khawatir publik terjebak pada proksi China atau Amerika. Karena keduanya, sama-sama menjajah negeri ini.

Semoga Allah SWT ridlo pada perjuangan yang kita lakukan. Takbir !

Ditulis Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik
Lebih baru Lebih lama

Tenda Kisah

Tenda Motivasi

Formulir Kontak