Kurang dari 24 jam sejak disahkan menjadi Undang-Undang, gelombang aksi penolakan terhadap Undang-Undang Ciptaker itu mulai terjadi, bahkan pada puncaknya, Tanggal 8 Oktober 2020, aksi demonstrasi merata di setiap daerah di diwilayah Indonesia dan berujung anarkis.
Menurut ketua DPD Partai Gelora Kota Bekasi Ariyanto Hendrata , UU Omnibus Law disahkan dengan menerobos berbagai undang-undang yang ada. Ia menilai ada kesan bahwa proses pembuatan UU Ciptaker tersebut tidak transparan.
“Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja bukanlah Undang-Undang hasil revisi atau amandemen, melainkan Undang-Undang baru yang dibuat dengan menerobos banyak Undang-undang yang ada. Proses pembuatan dari awal terkesan ditutup-tutupi oleh pemerintah”, kata Ariyanto dalam pres rilisnya yang dikirim ke tendabesar.com, Ahad, (11/10/2020).
Ariyanto menilai proses pengesahan di DPR juga terkesan kejar tayang. Meskipun masih banyak pasal yang didpertanyakan, namun DPR seperti tidak mengindahkan. Itulah pemicu masyarakat turun ke jalan.
“Proses pengesahan oleh DPR RI yang terkesan kejar tayang dan pasal-pasal yang merugikan serta tidak berpihak kepada rakyat (buruh/pekerja) adalah hal mendasar yang menjadi pemicu gelombang aksi penolakan”, tutur Ariyanto.
Menurut Ariyanto, buruh atau para pekerja adalah komponen sangat penting dalam keberhasilan pembangunan dan kemajuan bangsa. Maka tidak sepantasnya buruh terus menjadi obyek eksploitasi, sementara hak-hak mereka banyak di kebiri.
“Komponen buruh atau pekerja adalah bagian dari elemen penentu keberhasilan pembangunan, Sudah banyak mereka yang memberikan pandangan serta penilaian terhadap Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja , tidak sedikit yang sepakat bahwa memang Undang-Undang tersebut lebih berpihak kepada kepentingan pengusaha, tidak hanya merugikan kaum buruh/pekerja namun juga mengancam lingkungan dan kelestarian alam”, terang Ariyanto
Politisi fresh Gelora itu mencontohkan Kota Bekasi. Di kota penyangga ibu kota tersebut banyak pabrik-pabrik yang beroprasi. Karyawan pabrik tersebut bekerja dan tinggal di Bekasi. Mereka bayar pajak untuk Kota Bekasi. Itu artinya mereka para pekerja ikut membangun kota bekasi.
“Terutama jika bicara Kota Bekasi, banyak pabrik-pabrik disini, mereka bekerja dan tinggal disini, bayar pajak untuk Kota Bekasi”, tegas Ariyanto
Dalam pandangan Ariyanto, UU yang menuai kontoversial itu sebaiknya ditinjau ulang atau dibatalkan saja. Sebab UU tersebut dirasa merampas keadilan dan merugikan hak-hak para buruh.
“Lebih baik Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja yang sudah disahkan oleh DPR pusat dan banyak merugikan hak-hak buruh pekerja serta berdampak pada masyarakat luas untuk dibatalkan oleh pemerintah dan DPR, karena jauh dari rasa keadilan” tutup Ariyanto (saf/tendabesar)