TendaBesar.Com - Kajian - Dengan diterbitkannya Inpres Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional membuat kartu peserta Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) menjadi syarat wajib di beberapa layanan publik, diantaranya:
- Sebagai syarat melakukan jual-beli tanah;
- Sebagai syarat permohonan Sim, STNK, dan SKCK;
- Sebagai syarat daftar Haji dan Umroh;
- Sebagai syarat pengajuan KUR;
- Sebagai syarat pengajuan Izin Usaha;
- Sebagai syarat petani penerima Program Kementerian Pertanian; dan
- Sebagai syarat nelayan, awak kapal, dan pemasar ikan penerima Program Kementerian Kelautan.
Tugas pemerintah sesuai amanat Konstitusi adalah melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Terkait kesehatan, hal tersebut tertuang dalam pasal 28 H ayat 1 UUD’45 berbunyi, “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.”
Dapat kita lihat bersama bahwa dalam pasal tersebut menggunakan kata Hak bukan Kewajiban, yang dapat diartikan bahwa si pemeroleh hak dapat menggunakan atau tidak menggunakan haknya dalam memeroleh pelayanan kesehatan yang diberikan pemerintah.
Dengan diterbitkannya Inpres Nomor 1 Tahun 2022 menjadikan kartu BPJS wajib dimiliki oleh setiap warga negara dan hal tersebut menimbulkan sifat paksaan, jika warga negara tidak memiliki kartu BPJS maka tidak dapat menerima haknya untuk melakukan jual beli tanah, mendapatkan SIM, STNK dan SKCK, dan seterusnya sebagaimana terdapat pada alenia kesatu, sedangkan sejatinya adalah hak warga negara untuk memilih pelayanan kesehatan mana yang akan digunakan.
Hal ini menjadi kontradiksi pada saat Pemerintah mengubah suatu Hak menjadi suatu Kewajiban yang kemudian perubahan tersebut saling bertentangan dengan Hak yang lain.
Peserta BPJS Kesehatan baru bisa berhenti dari kepesertaannya pada saat yang bersangkutan meninggal dunia. Perlu dipahami bersama bahwa pada kenyataannya hubungan antara peserta BPJS dan BPJS itu sendiri adalah hubungan keperdataan berupa kesepakatan, dan kesepakatan untuk jangka waktu tidak tertentu seharusnya dapat diakhiri secara sepihak, karena pada asasnya mempunyai kesempatan untuk melepaskan diri dari keterikatannya, kalau tidak maka harus terikat seumur hidup.
Bahwa hal tersebut diperkuat oleh Asas Perlindungan, yang mana Asas Perlindungan mengandung pengertian bahwa antara Para Pihak yang mengikat diri harus dilindungi oleh hukum. Namun, yang perlu mendapatkan perlindungan adalah pihak yang berada pada posisi yang lemah. Asas ini menjadi salah satu dasar pijakan dalam menentukan dan membuat suatu kesepakatan dalam kegiatan hukum.
Dari uraian diatas dihubungkan dengan diterbitkannya Inpres Nomor 1 Tahun 2022 yang menjadikan kartu BPJS sebagai syarat wajib untuk mendapatkan layanan publik, ditambah dengan dinaikannya iuran BPJS pada tanggal 1 Januari 2020 yang lalu dengan tidak dibarengi dengan dinaikannya kualitas pelayanan, ditambah lagi dengan banyaknya keluhan yang diterima BPJS Kesehatan dari pesertanya, belum lagi dari terbongkarnya beberapa kasus korupsi dana BPJS Kesehatan dan carut marutnya Pengelolaan BPJS Kesehatan.
Menjadi pertanyaan apakah layak kartu BPJS Kesehatan dijadikan menjadi salah satu syarat wajib mendapatkan layanan publik? Apa alasan sesungguhnya dari diterbitkannya Inpres Nomor 1 Tahun 2022, sehingga pemerintah memaksa warga negaranya untuk memiliki kartu BPJS Kesehatan? Kita tanya pada rumpu yang bergoyang!