TendaBesar.Com - Jakarta - Fahri Hamzah (FH) tak lelah-lelahnya mengkritik presiden Jokowi dan Wakilnya KH Ma’ruf Amin. Kali ini FH mempertanyakan perlakuan yang ditimpakan kepada dua orang aktivis Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI)
Diketahui bahwa ada dua aktuvis KAMI yang ditangkap gegara ikut demonstrasi menolak UU Omnibus Law. Kedua aktivis KAMI tersebut bernama Jumhur Hidayat dan Syahganda Naegolan.
Diketahui sebelumnya bahwa Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menangkap anggota Komite Eksekutif Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia ( KAMI) Syahganda Nainggolan. Ia ditangkap di rumahnya di Depok, Jawa Barat, Selasa (13/10/2020) subuh
Sementara itu Jumhur Hidayat ditangkap tim siber Bareskrim Polri di rumahnya, sebelum subuh, sekitar pukul 04.00 WIB
FH menyampaikan dalam twitnya jika ingin mendengar kedua mestinya jangan ditangkap melainkan diajak berkomunikasi. Mereka berdua adalah Alumni ITB, orang-orang idialis yang perlu diajak bicara.
“Kalau penguasa mau mendengar, Jumhur dan Syahganda jangan ditangkap. Mereka adalah alumni ITB yang idealis. Saya kenal keduanya sudah sejak 30 tahun lalu. Mereka adalah teman berdebat Yang berkwalitas. Mereka dl korban rezim orba yg otoriter. Kok rezim ini juga mengorbankan mereka?”, tulis FH di akun twiternya, Rabu (14/10/2020).
FH menyesalkan crime control kini setelah tidak dipraktekkan oleh KPK justru dipake oleh penegak hukum lain. FH senang melihat KPK yang sudah kembali pada aturan perundang-undangan. Namun kini model control tersebut dilakukan oleh yang lain.
“Dulu saya menentang teori “crime control” dalam pemberantasan korupsi yang dianut KPK sebab saya khawatir ini akan jadi mazhab penegakan hukum di negara kita. Saya bersyukur melihat KPK lembali ke jalan hukum tapi sedih dengan ideologi lama itu di prektekkan penegak hukum lain”, kata FH.
FH menjelaskan bahwa Inti dari “crime control” adalah penegakan hukum yang mendorong tujuan menghalalkan cara atau end justifies the means dimana penegak hukum menganggap bahwa penangkapan terhadap orang yang tidak bersalah dilakukan untuk menciptakan kedaian.
“Inti dari “crime control” adalah penegakan hukum yg mendorong “tujuan menghalalkan cara” atau “end justifies the means”. Penegak hukum menganggap menangkap orang tak bersalah agar tercipta suasana terkendali. Padahal kedamaian dan ketertiban adalah akibat dari keadilan”, lanjut FH.
Singa parlemen 2 periode itu mengatakan mestinya yang harus ditangkap duluan adalah mereka yang terekam CCTV telah melakukan kerusuhan. Dan mestinya yang lebih dulu ditangkap juga 575 anggota dewan yang bikin UU penyebab kerusuhan.
“Mestinya yang ditangkap duluan adalah orang-orang yang terekam CCTV itu sebagai perusuh. Bukan malah kritikus yang berjasa bagi demokrasi. Kalau kritik mereka dianggap memicu kerusuhan, kenapa tidak tangkap 575 anggota DPR yang bikin UU berbagai versi yang kemudian bikin rusuh?”, kata FH kesal
FH mengingatkan pemerintah bahwa kerusuhan dan pengerusakan fasilitas public adalah kejahatan. Namun kejahatan dan kritikan tidak tersambung. Kalo kejahatan sumbernya adalah niat jahat sementara kritikan munculnya dari tata kelola Negara yang gagal.
“Ayolah, mari kembali kepada yg benar bahwa kegaduhan publik ada dasarnya. Kerusuhan dan pengrusakan fasilitas publik adalah kejahatan. Tapi kejahatan dan kritik tidak tersambung. Kriminalitas akarnya adalah niat jahat. Tapi kritik muncul sbg respon atas tata kelola yang gagal”, jelas FH.
FH menegaskan bahwa hukum tidak boleh menyasar para kritikus sebab kritik adalah bagian dari demokrasi. Apalagi kalo membuat tuduhan yang tidak beretika hingga menyudutkan mantan presiden. Itu tindakan Negara yang memalukan.
“Hukum tidak boleh menyasar para pengritik sementara perusuh dan vandalime belum diselesaikan. Apalagi menuduh mantan presiden segala. Sungguh suatu tindakan yang sembrono dan tidak punya etika. Mau apa sih kita ini? Mau adu domba siapa lagi? Mau ngerusak bangsakah kita?”, tegas FH
Diakhir twitnya FH menyelipkan kata kata puitis seolah dirinya merasakan bahwa adanya kesunyian. Negara yang kembali sewenang-wenang. Seperti ada agenda namun agenda itu tidak dari pemerintah yang sah. Artinya agenda tersebut dilakukan oleh oarang yang sedang nempel kepada kekuasaan, dan mengatas namakan agenda tersebut sebagai agenda Negara.
“Malam ini dari kampung yang sepi saya bersedih. Rasanya ada yang aneh di seputar kekuasaan. Ada agenda yang menurut perasaan saya bukan agenda pemerintahan yang sah. Tapi kita semua hanya bisa menduga tanpa bisa menyebut nama sebab sebagai rakyat, salah ketik bisa masuk penjara”, tulis FH.
Politisi kawakan itu tak lupa berdo’a agar kedua pemimpin Negara diberikan kejernihan hati melihat realitas negeri yang makin tak menentu. Ada luka yang ditorehkan penguasa kepada rakyatnya. Maka jalan terbaik adalah rekonsiliasi, bersatu membangun negeri.
“Saya hanya bisa kirim doa kepada pak presiden dan pak kyai. Semoga bisa jernih meihat realitas ini. Kita tidak bisa begini. Ayolah buka jalan damai dan rekonsiliasi. Kenapa sih susah amat diskusi. Kenapa sih semua harus berakhir di bui?”, tutup Fahri. (fh/tendabesar)